Rabu, 17 September 2008

Hari Gini Bikin musik itu Gampang Banget!

Hari Gini Bikin musik itu Gampang Banget!

Hari Gini Bikin musik itu Gampang Banget!

Hari ini bikin musik itu gampang banget?
Yup!
Betul.
Yongkru!
Yo’a!
Yombre!

Berbahagialah lo semua yang hidup di jaman sekarang, dimana sudah dimanjakan oleh berbagai macam teknologi. Sekarang tak perlu lagi beli atau bayar sewa pita rekaman. Diganti apa? Diganti hard disk komputer saja. Asal kapasitas hard disk mencukupi, bisa rekaman. Sekarang gak perlu repot2x cari studio rekaman yang bagus dan mahal buat rekaman. Trus? Di kamar aja! Bisa bermodal seperangkat (alat sholat?) komputer, software musik untuk diinstal di dalam komputer lo, soundcard (standar juga bisa), dan mungkin beberapa jack kabel. Voila! Jadilah studio pribadi lo sendiri!
Mau berapa shift? Terserah elo, tinggal masalah kuat2xan bayar listrik sama tenaga lo aja. Gak punya pengalaman dalam rekam-merekam? Trial and error aja. Dan jangan lupa untuk selalu bertanya kepada orang2x yang lo anggap lebih mengerti dalam hal ini. Yang penting praktek. Lalu tunjanglah dengan teori, jangan kebalikannya…hehehe
Contoh orang yang sok tahu ngerekam semuanya sendiri di kamarnya adalah……

gue! Hehehe…

kurang lebih 3 bulan gue menghabiskan waktu untuk merekam sekitar 30an lagu yang sebagian dimasukkan ke dalam album2x berikut:

1. “the dying sirens”. (October 2003),
2. OST album “Thank You and Good Night Mother”, a semi documenter film about local surfers in Indonesia by Ivan Handoyo. (April 2006),
3. Compilation album “Paviliun Do Re Mi” (May 2006), paviliun records
4. EP “Kapalku Telah Pergi” - limited CD (Nov 2006) sirenesekarat records,
5. “Sketches of a Humming” (Dec 2006) sirenesekarat records/paviliun records, dan
6. “Indonesian Noise - Make Trade Fair”(Jan 2008) Compiled by Teguh & Aditbobo Bonus Kawanku no.01/2008, Not For Sale.

Apakah waktu itu gue ngerti masalah rekam-merekam? Kagak tong! Tapi gue lalu bertanya2x kepada yang lebih bisa. ‘Dosen’ gue waktu itu adalah Aroel Stereomantic (dulu gitarisnya PlanetBumi). Gue diajarin software Cakewalk waktu itu. Logikanya dari instrument masuknya kemana, lalu keluarnya kemana, dan sebagainya. Lalu untuk basic rhytim, gue diajarin memakai fruty loops (FL). Karena gue gak pake studio beneran, jadi drums gue menggunakan FL.dengan sound samples seadanya, maka lalu jadilah permainan drums gue di FL. (Kadang masih terasa ironis aja buat gue as a drummer, karena begitu bikin album sendiri malah gak main drums sama sekali…hahahahaha). But, what the hell, gue menjunjung tinggi D.I.Y ethic, jadi gue tetep semangat.

Apakah Cuma drums yang gue bikin di komputer? Tidak juga. Gue gak punya bass, sehingga akhirnya gue mencari sound bass yang cocok dari sound bank gue untuk lagu2x gue, dan lalu ‘tetap memainkannya dengan jari’. Bass gue bikin juga di FL. Untuk keyboards, kadang gue main sendiri keyboardsnya, kadang pake cara seperti drums and bass tadi. Apakah gue punya keyboards? Tentu tidak! Hehehe…gue pinjem keyboardsnya Danu, gitaris band Pop Up. Dan gitar? Alhamdulillah gue punya gitar elektrik fender Stratocaster dengan tanda tangan gitaris kesayangan gue Richie Sambora (huahahahahahahaha! Daripada dicela duluan mending gue nyela diri sendiri deh). Gitar hijau bermotif batik ini telah setia menemani gue dari dulu waktu gue SMA. (baru dong? Kan gue baru lulus SMA kemaren? Yeaaah leeeft!..eh rite!!!). gue memanggilnya si BATIK. Sampai sekarang kalau manggung pun gue selalu pake gitar gue yang itu (yaeyalaaah…kan punyanya cuma satu gitar itu doang!!!!).
Selain si batik, gue juga pake gitar akustik, yang belakangnya dah gue lem karena dah jebol…dan juga seluruh bodynya tertutup oleh stiker2x band dan sebagainya. Untuk mic, gue pake mic yg biasa dipake nyokap gue kalo ngadain pengajian di rumah. Mic jelec banget, Cuma mungkin karena sering dipake buat pengajian jadinya suaranya bagus, apalagi ditambah ngerekam suara gue, tambah bagus dah! Hahahaha
3 bulan gue berkutat di kamar jarang keluar….gue inget banget waktu itu musim salju (mulai berlebihan), proses rekaman gue itu terbagi 3, kalo gak lagi main gitar trus nemu nada2x enak, langsung rekam, dari puisi2x gue atau lagi nyoret2x tulisan, atau kalo lagi iseng ngutak-atik FL trus akhirnya jadi lagu.

Setelah lagu2x tersebut jadi, gue memilih beberapa untuk dimasukkin ke album pertama the dying sirens. Dibantu oleh Dimas ‘Sugar Spin’, kami membuat sendiri cover dari karton hitam, lalu ditempel tulisan the dying sirens, dan ngeprint untuk cover diatas CDnya. Pekerjaan yang menyusahkan adalah ketika harus ngeburn satu-persatu CD2xnya karena gue cuma punya 1 PC dengan 1 CD Writer didalamnya. Ditungguin, dicoba satu2x…sampe ketiduran!
Akhirnya jadi 30an CD. Beberapa hari berikutnya CD2x tersebut gue jual di lapak kelompok puisi BungaMatahari waktu acara “Renungan AIDS” di Bulungan Blok M Jakarta Selatan, band2x yang tampil waktu itu ada the Brandals, Vessel, Zeke and the Popo(kalo gak salah namanya masih Fretilin Face), Arigatoo(atau dah ganti jadi Souljah yah? Lupa gue)…dan karena Silent Sun tak jadi manggung, akhirnya gue manggung untuk pertama kali membawa nama thedyingsirens dengan gitar fender jazzmaster punya Aroel. Ngiringin Esti, temen gue dari bungamatahari sebagai latar musik dia membacakan puisi, lalu membawakan lagu sendiri dan juga lagu Pete Yorn, musisi kaporit gue! Hehehe
Deg2xan deh awww!! Pertama kali manggung langsung di depan banyak orang yang sebagian besar gak gue kenal! Kalo katanya Richard Ashcroft mah kalo manggung diantara temen2x lo sendiri dulu…lah ini langsung begitu!
Bujubuneng!
Untung semua itu bisa gue lalui dengan selamat tanpa pulang tanpa ada timpukan sepatu yg mampir ke atas panggung. Cry
Bagaimana nasib CD2x saya di lapak? Alhamdulillah terjual habis. Bahkan ada bule juga yang beli! Gak tau deh bule manah…katanya dia sih suka dengan penampilan saya…gak tau deh kalo abis denger rekamannya…ada kemungkinan besar kalo ketemu lagi dia minta uangnya balik! hahahaha

Jadi apa intinya dari tadi gue menyombongkan diri ngomongin tentang gue?
Itu semua adalah karena gue narsis! Hahahaha…gubrak!
Selain itu, intinya kalo lo mau bermusik, ya bermusik! Gak usah manja dan gak usah terpaku sama halangan2x yang ada. Halangan itu untuk dihindari. Yang penting adalah berani berkarya dulu, apapun medianya.
Kalau dah jadipun, banyak kok media untuk berpromosi. Kulik terus internet dan new media lainnya. Karena kemajuannya sangat pesat. Taro lagu2x lo di myspace, multiply, atau apa saja yang bisa untuk mempromosikan musik lo.
Jangan takut untuk Do It Yourself!

Just Do It!

Yourself! Kiss

Sabtu, 06 September 2008

Kenapa band indie tidak bermain di pasar religi?

*tulisan ini telah di-reject. jadi silahkan wacana ini dibaca, dikritik, di caci-maki, dijadiin bahan skripsi, dipertimbangkan, diketawakan, didiskusikan, atau didi amin...eh itu idi amin yah?...kriuk...kriuk...kriuk...


enjoy! cheers with no beers!


Kenapa band indie tidak bermain di pasar religi?



Setiap bulan puasa, menjelang dan juga sesudahnya, pasti akan ada musik-musik bertemakan religi dari major label. Sebut saja Gigi, Ungu, Vagetoz, dan lain-lain. Dan tentunya disertai dengan penyesuaian seragam para personilnya di video clipnya dan waktu mereka manggung. Seperti memakai sorban, dan mungkin kerudung untuk yang wanita(ngapain kalo cowok pake kerudung? Emang Cong? Hehehe)



Saya bertanya kepada beberapa teman saya tentang hal ini. ada yang suka, dan ada yang tidak suka. Ada yang bilang itu cuma asas manfaat saja. Memanfaatkan momentum di bulan puasa, abis itu kembali ke ‘asal’(kayak jin hehehe). Ada yang bilang itu bagus, karena para musisi bisa ingat kepada Sang Pencipta, karenya tanpaNya, mereka gak mungkin bisa seperti sekarang ini. Diluar itu fenomena musisi menyanyikan lagu religi ini tampaknya menjadi agenda tahunan mereka, karena selama sebulan itu mungkin mereka bisa mendapatkan penghasilan yang lebih dibandingkan dengan yang biasanya dan dibandingkan dengan musisi lain yang tidak menyentuh area ini.



Yang menarik perhatian gue, kenapa band indie gak ada yang melihat celah, ceruk, lekukan sintal, atau apalah namanya itu. Being idealisme bukan berarti gak bisa bermain pintar. Dan idealisme itu bukan berarti gak ada kompromi sama sekali. Dimana-mana pasti ada kompromi. Untuk bisa bermain musik, lo harus latihan dulu gak bisa langsung tau2x bisa main. Untuk bisa manggung lo harus cari event dulu. Untuk rekaman (Semurah apapun) lo harus ngumpulin uang dulu. Dan sebagainya dan sebagainya. Tapi manusia itu diciptakan oleh Tuhan untuk bisa beradaptasi dengan segala hal, dan ujian yang diberikan olehNya gak pernah melewati batas kemampuan kita, jadi sebenarnya kita bisa memanfaatkan apa yang kita punya hingga limit yang maksimal-push your limit. (gimana tuh perkataan gue, dah wise banget gak? Mungkin disesuaikan dengan bulan puasa…kalau lagi dateng bulan…lain lagi deh…kekekek).



Kalau saja ada band indie yang bisa melihat pasar ini; pasar religi, maka kemungkinan besar lagu-lagu religi yang terdengar di radio, atau mungkin video-video clip yang ada di televisi sekarang ini bukan punya band mainstream saja, tapi mempunyai pesaing baru. Musik indie mengambil ‘kue’ mainstream? What Not?! hehehe

Gue pikir kalau lagu-lagu band indie kalau membawakan atau membuat lagu religi akan jauh berbeda dengan yang sudah sering kita dengar.

Gue bahkan tahun depan berencana untuk membuat lagu religi bersama dengan Yudhi ELI. Belom tau gimana konsepnya. Yang pasti semua itu harus dimulai dengan niat yah. Hehehe. Ini semua untuk menunjukkan kalau musisi indie itu kreatif, dan bisa juga bikin musik religi. Dan tentu saja, religi Ungu, tentu beda dengan religi kami.(ngomong2x masalah ungu jadi inget Nourie, gitaris Sweaters yang konon gusinya ungu…hehehehehe, eh tapi jangan bilang2x dia yah…nanti dia GR! Wakakakakak!).



Sepertinya, satu bulan saja tapi pengaruhnya besar sekali kalau ada yang mengeluarkan album religi. Terlebih dari segi pendapatan hehehe…sapa tak kenal…eh, maksudnya, sapa sih yang gak mau punya penghasilan yang lebih?

Dengan pemikiran seperti itu, gue malah jadi berangan-angan sendiri, bagaimana jadinya jika band2x indie kesukaan gue membuat album atau lagu religi?

Salah seorang teman saya Sheila, yang kuliah di negeri Jiran membayangkan, andaikata Sweaters bikin album religi, apakah mungkin akan menyerupai Boys2Men? Wow! Keren banget pastinya…Dengan gaya cool Merdi sang vokalis, ditambah lagi dengan lagu bernafaskan religi..niscaya para ibu rumah tangga tidak akan keberatan mempersilahkan anak perempuannya untuk dibawa Merdi kemanapun Merdi mau tanpa harus ditanya akan pulang jam berapa! Hehehe…Lalu, Efek Rumah Kaca? Akankah seperti Jeff Buckley? Sore? Teenage Death Star? Amazing In Bed? thedyingsirens? (pesan sponsor)…Hehehe…Bisa jadi dashyat yah…tapi diterima tidaknya balik lagi kepada pasar yang mendengarkannya. Tapi, gak ada salahnya dicoba bukan? Bisa jadi ini adalah salah satu cara untuk survive, jikalau mau menggantungkan hidup dari bermusik, harus bisa memutar otak juga bagaimana caranya supaya musik lo itu bisa menghidupi lo, bukan begitu bukan?

Baiklah kulman (kuliah beberapa halaman) ini kita akhiri saja dengan membaca bersama2x,,,ayo smua ikuti saya yah…



“Ini Ibu Budi…!”



hahahaha…



So, what do you think? Should indie band go religy as well?